Sabtu, 15 Oktober 2011

Pregnancy Belt

Alhamdulillah...akhirnya dapet juga...lueegaaa...hehehehe sudah bisa terkekeh kembali. Apaan sih?
ini nih...SABUK KEHAMILAN!! #oalaaaah...kirain apaaan...hehe..abis udah berminggu-minggu ini nyari-nyari kaya apaan itu sih? apa bener bisa meringankan beban kehamilan??
Dari dua bulan pertama kehamilan saat saya USG pertama kali dan tahu bahwa saya mengandung janin kembar, Spog dan suster diruang periksa langsung menyarankan "bu,nanti harus cari korset hamil bu...soalnya pasti perutnya besar dan berat" saat itu saya cuma iya-iya aja, abis belum kebayang seperti apa bentuknya. Dan belum tentu juga saya butuh. Dua kehamilan saya yang dulu sih ga pernah pakai. Denger aja baru kali itu. Memasuki bulan ke 4 saat saya periksa lagi, dokter yang belum baca riwayat medis saya kaget lihat perut saya yang seperti sudah usia 6-7 bulan. begitu beliau baca baru dia, "ooooo iya ya...kan kembar ya Des.." saat itu saya langsung menumpahkan seluruh keluhan " duh, dok, pinggang saya pueegel banget. kalo lagi duduk mau berdiri, ampun deh dok. panggul, perut bawah sampai kaki juga sakit terutama paha atas". Kata bu dokter yang baik itu begini, "kamu coba cari korset kehamilan ya..biasanya banyak dijual di toko perlengkapan baby" trus beliau sedikit mendeskripsikan bentuk korset itu. Bentuknya seperti stagen, tapi dibagian perut ada bagian untuk menopang / menyangga perut fungsinya supaya perut ga terlalu "jatuh".

*jangan bayangin ini perut saya ya...ini murni foto dari kardus kemasannya*
ok-lah...suami juga langsung mengeluarkan surat perintah pembelian, secara dia ga tega liat aku kalo jalan udah kaya Zombie gajah. Kebayang ga sih? bayangin aja zombie berjalan kaya di film "The Walking Dead" cuma bentuknya gajah gitu deh. Lama banget n keliatan ga stabil banget! Aku ga langsung nyari sih, aku pikir masih bisa dikesampingkan ini rasa pegel di pinggang, panggul dan perut serta paha, taunya makin kesini makin berasa ga beres, malah jadinya kaku semua. Ya sudahlah coba cari-cari. ke toko perlengkapan bayi " T*sya" yang di Cirendeu, kosong. trus di Ciputat juga kosong.malah sama Pramuniaganya hampir salah dikasih gurita-buat yang belum tahu, itu sejenis kain bertali-tali yang fungsinya bikin perut singset lagi setelah melahirkan. Emang gurita ini bentuknya ga seperti gurita yang biasa. Entah model baru atau gimana tapi tulisannya jelas-jelas "Gurita Modern Pasca Melahirkan" tuh mbak masih maksa juga kalo ini barang yang aq cari. Meski belom tahu bentuknya kaya apa, aku juga bisa baca dong mb PASCA MELAHIRKAN. Yang aku carikan during pregnancy alias selama kehamilan. Maaf ya mb, bukan ini yang saya cari. Sempet ke Pasar Ciputat, ga ada juga n aq udah males keluar masuk toko or pasar. Ga ada tenaga n ga ada waktu. Aku udah browsing2 n udah ada sih yang kayanya pas seperti yang aq cari. cuma masalahnya kalo via internet kan ga bisa megang bahan. Ga ketahuan bahannya adem apa ga, bikin gatel apa ngga, lentur apa ngga, jangan sampe sekarang muat besok sesak dipake, secara perutnya kan berkembang. Berhubung pencarian offline tidak membuahkan hasil akhirnya coba deh yg online. Berbagai googling hasilnya satu merk yang menurutku meyakinkan. New Life, kelihatannya pengelola butik online-nya juga cukup meyakinkan, ya udah aq coba order. Alhamdulillah lancar, n cepet juga. estimasi pengiriman 3 hari, ternyata dalam waktu 24 jam udah sampe ditangan. Langsung aq coba, bahannya enak, dan ga bikin gatel dikulit dan ternyata emang bisa menopang perut loh. jadi ga "jatuh" banget or berat. aq juga sedikit lebih gesit. Sebelumnya kalo dari tidur mau bangun, paling ngga harus ada 3 atau 4 gerakan pendahuluan supaya bisa dalam posisi duduk. Udah gitu berdirinya dibantuin pula pake nyeri di otot paha. Sehari ini saat uji coba, nyeri di paha sudah berkurang. Alhamdulillah...semoga bisa bermanfaat terutama untuk menunjang aktivitas sampai melahirkan nanti.

Minggu, 09 Oktober 2011

hamil? takuuuuuuuut....!!

Ada beberapa teman, ataupun kenalan yang reaksinya bikin aku geli kalau aku godain supaya punya anak lagi. Biasanya mereka langsung bilang “hhhh…ngga deh…” sambil angkat tangan, atau mengernyitkan dahi sambil memperagakan gaya “merinding” seolah-olah bayangan untuk hamil dan punya anak lagi menimbulkan kesan super duper menyeramkan. Alasan bergidiknya mereka, biasanya; males/takut repot ngurus bayi, ga kebayang biayainnya karena segala sesuatu yang berhubungan dengan kata anak biasanya diikuti nilai yang serba mahal seperti kebutuhan harian (susu, pakaian, jajanan), kesehatan, dan terutama biaya pendidikan
Ya..memang cara pandang setiap orang tentu berbeda sesuai dengan kebutuhan keluarga yang berbeda-beda. Tapi, kadang aku ingin bilang, please deh…Ga segitunya kaliiii….reaksinya jangan gitu dong…seakan-akan “anak” adalah momok yang mengerikan, cukuplah dengan bilang “nanti dulu deh…tunggu si kakak sudah agak besar, misal SMA ” or apalah tanpa perlu menampilkan kesan yang ogah banget-banget-banget!!
Mungkin karena aku secara pribadi suka dengan sosok anak-anak kali ya, jadi kalau mereka ditampilkan dengan kesan sebagai makhluk tertolak yang bikin repot dan menguras biaya kayanya kesiaaaaaan banget…huhuhu…
Memang, kadang ada sebagian anak yang polahnya bikin hati orangtuanya empet, kadang ada anak dengan kebutuhan khusus yang membutuhkan biaya dan perhatian besar..dan memang, punya anak pasti menimbulkan konsekuensi tenaga, pikiran dan tentu saja biaya yang besar. But friends, yang memberi kita anak itu Allah loh….dan Allah juga yang memiliki langit, bumi dan segala isinya. Tidak lupa juga, Allah juga yang mampu memudahkan kita dalam mengurus dan mendidik anak-anak. Jadi, untuk aku sendiri, jangan sampai menolak rizki yang akan Allah berikan pada kita seiring dengan anak yang Ia anugrahkan. Boro-boro menggugurkan janin yang sudah terlanjur ada, sebatas niat (yang teraplikasikan dalam bentuk reaksi spontan saat disebut kata “HAMIL LAGI”) juga jangan ya…Bisa jadi, bersamaan dengan kehadiran sang anak, Allah bukakan pintu rizki yang berbeda dari yang telah Ia berikan. Allah tambahkan, lipat gandakan sesuai kebutuhan yang kita perlukan untuk merawat, mendidik dan mengurus amanah yang telah Ia percayakan, dan tentu aja sesuai juga dengan ikhtiar kita dalam menjemput pintu rizki tersebut.
Alhamdulillah saat ini aku tengah mengandung lagi, InsyaAllah anak ke tiga dan keempat. Aku membuat tulisan ini, karena ada sebagian orang terdekatku yang memberikan reaksi yang tidak kuharapkan saat kuberitahu aku hamil. Salah satu reaksinya begini, “Loh…katanya KB…!” dengan nada yang tidak gembira dan cenderung menyalahkan. Begitu juga saat suami memberitahu bahwa anak yang kukandung kembar, reaksinya sama plek : “ katanya KB…!” dengan nada yang sama saat aku yang memberitahu. Menurutku itu ungkapan halus dari “ Gimana sih! Kok malah hamil lagi!!Ga cukup apa punya anak 2!!” – aku memang KB-merencanakan kehamilan hingga anakku yang kedua sudah cukup besar untuk punya adik, tapi aku ga punya rencana untuk membatasi ataupun menolak kehamilan. Ya, selama aku masih mampu ya jalanin saja.
Sedih rasanya, karena beliau adalah salah satu orang terdekat dalam lingkaran keluarga kecilku, yang kuharapkan bisa ikut berbahagia untukku dan suami. Aku ga mengharapkan anakku diurus olehnya, atau dibiayai olehnya, cukuplah aku mendengar ungkapan syukur semacam “Alhamdulillah…” walau sekedar basa-basi, paling tidak itu menentramkan dan memberi semacam dukungan moril dalam menjalani kehamilan kembar ini. Bahkan hingga sekarang aku belum melihat ekspresi “ikut senang” dari beliau. Akhirnya kembali lagi harus kusadari dan kuterima bahwa cara pandang kami tentang anak memang beda.  
Paling tidak yang bisa aku (dan suami) tunjukkan padanya bahwa mengandung lagi bukan dan tak akan pernah menjadi beban, InsyaAllah akan kujalani dengan ikhlas, dan InsyaAllah akan kami buktikan bahwa kami akan mempu merawat dan mendidik anak-anak meskipun orang lain memberi stempel “Cari Repot Sendiri”

Sabtu, 24 September 2011

kemana lagi harus ku cari bahagia itu, saat kandas ditengah harapan..rasanya lelah hati ini#keluhkesah.com

Ada kalanya sesaat kita baru bercanda tawa, merasa diri paling bahagia, kemudian sesaat kemudian rasa itu dihempaskan dari tempat yang tinggi hingga hancur berkeping-keping tanpa sisa. Semua harapan, cita dan cinta ikut kandas berganti kebencian yang mendalam. Hingga kapan larut dalam kebencian ini, yang begitu menyiksa, tapi entah kenapa, cukup kunikmati. Mungkin karena rasa benci ini saja yang tersisa dari semua. Maka kunikmati saja saja rasa benci ini, berharap ku akan lelah sendiri dan melupakan

Kamis, 22 September 2011

Spontan pulkam

Kadang segala sesuatu tidak selalu harus direncanakan. Menurut Mario Teguh,dalam hubungan pernikahan, sesuatu yang spontan itu diperlukan. Spontan pergi berdua, spontan melewati rute perjalanan kantor yang tak pernah dilewati berdua, spontan bilang "i love u" saat makan bersama diluar. Spontanitas, diperlukan untuk memperbarui hubungan dari rasa jenuh yang mendera. Istilahnya, menambah ruh baru. Bagi keluarga kami sendiri, saat ini kami sedang mencoba melakukan spontanitas itu. Pagi-pagi dua hari yang lalu, saat baru beranjak dari tidur, masih bercanda dengan Asma dan Sulthan yang baru bangun dan bermalas-malasan di pelukan, sang Ayah tiba-tiba mencetuskan ide gila; "Bun, pulang kampung yuk. sekarang!" Spontan aku melihat jam dinding, pukul 8 kurang, meyakinkan diri bahwa ayah benar-benar telah bangun dan sadar sesadar-sadarnya. Pulang kampung, perjalanan jauh ke Yogya, buatku adalah hal yang yang harus dipersiapkan dan direncanakan berhari-hari sebelumnya. Pakaian, perlengkapan anak-anak, uang. Pokoknya bukan sesuatu yang disiapkan dalam waktu satu jam (meski akhirnya kejadian juga). Suami meyakinkan bahwa ini saat yang tepat karena pekan depan sudah agenda lain yang menunggu, bahwa kami bisa, pasti bisa!! tuing...tuing...tuing....aku terbayang-bayang pada cucian yang baru saja ku giling dan belum dijemur, gosokan setinggi gunung Fuji yang belum tersentuh, telur diwarung yang belum habis terjual...bagaimana membereskan semuanya dalam waktu satu jam??? terbayang pula jauhnya perjalanan yang harus kujalani sambil membawa sikembar dalam kandungan...oh....it's mission impossible kaleeee...Tapi bukan suamiku namanya kalo ga berhasil meyakinkan aku. Entah bagaimana GEDUBRAK#GEDUBRAK yang harus aku jalani setelahnya, akhirnya kami lakoni juga perjalanan menuju Yogya, tidak berhasil dalam satu jam, melainkan 3 jam setelahnya (yaiyalaaah....ada bocah-bocah 3&2 tahun yang harus dimandiin, disuapin, dan cucian yang harus dijemur, belom persiapan untuk pulkam termasuk setrikaan karena baju-baju sebagian besar belum digosok...BUNGKUUUUUS)
Membawa serta dalam perjalanan Om Bhismo (adikku) dan Mama (Mbahnya anak-anak) kami melaju kencang dengan siXenia silver. Om Bhismo direncanakan akan menggantikan suami menyetir kalo lelah. Tapi sepertinya suamiku emang udah niat banget mudik dan tumben-tumbenan dia nyetir ga pake istirahat yang lama. Hanya dua kali istirahat di Masjid untuk menunaikan shalat Maghrib-Isya, dan istirahat lagi pada pukul 23.00 selama sejam di Pom Bensin Favorit kami di daerah Kebumen. Setiap kami pulkam pasti selalu mampir k SPBU ini. Secara SPBU ini dilengkapi rest area dipinggir sawah yang oke banget suasananya. Ada gazebo2 dipinggir sawah yg gratis untuk melepas lelah selama perjalanan. Biasanya di gazebo ini kami suka ngeluarin kompor portabel untuk masak2 air bikin kopi or masak mie instan (tenang aja, gazebonya cukup jauh banget dari tempat pengisian bahan bakar, jadi InsyaAllah kegiatan masak-memasaknya aman-aman saja). Kalau sore ada gubuk penjual tempe mendoan,yang memang difasilitasi oleh pengelola SPBUnya, ada restoran, ada mushola yang cukup bersih dan nyaman. Oke banget deh istirahat disini.
Singkat kata, kami sampai diYogya pukul 02.00 dini hari dan langsung cari hotel murah meriah untuk istirahat. Pulang kerumah mbah Kakung dijadwalkan esok pagi. Yang pentng sekarang istirahat dulu (alias suami udah ga kuat lagi kalo harus nyetir mendaki gunung kidul menuju tempat mbah Kung)
Alhamdulillah, acara Spontan Pulang Kampung keluarga kami sejauh ini lancar-lancar saja...

Rabu, 11 Mei 2011

merdeka dengan hijabku


So don’t you see?
That I’m truly free
This piece of scarf on me
I wear so proudly
To preserve my dignity...
My modesty
My integrity
So don’t judge me
Open your eyes and see
I’m the one who’s free
For you I sing this song
My sister, may you always be strong

~Free by Samy Yusuf~

            Sebagian orang  mengatakan hijab/jilbab/kerudung adalah bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan, pengekangan, mematikan potensi, malah ada yang bilang mematikan pasaran jodoh segala loh – astaghfirullahal’adziim..semoga Allah SWT menunjukkan jalan pada orang-orang yang berpandangan seperti ini.
Kalau saya, saya bahagia memakai hijab. Saya merasa bebas, lebih bebas dari burung yang terbang dilangit. Saya bangga berhijab.
            Seluruh tubuh saya memang tertutup (tentu saja kecuali muka dan telapak tangan ya), tapi hati saya bebas merdeka. Saya tidak perlu khawatir bagaimana tatanan rambut saya kalau tertiup angin. Tidak perlu repot luluran, beli cream pencerah wajah, pemutih kulit ataupun khawatir kulit saya jadi belang-belang terpapar sinar matahari. Sadarkah kalian,wahai saudariku, sudah menjadi korban industri kecantikan dengan memboyong semua cream-cream pemutih itu?? saya bangga dan bahagia tidak menjadi korban mereka-mereka yang menanamkan paradigma melalui iklan-iklan bahwa perempuan cantik adalah mereka yang berkulit putih, berambut lurus, memiliki body yang seperti gitar demi kepentingan industri mereka sendiri. Setiap hari kita dijejali iklan-iklan seperti itu. Membentuk pola pikir bawah sadar kita bahwa perempuan cantik adalah mereka dengan kriteria tersebut diatas
Perintah berhijab untuk kaum muslimah adalah untuk membebaskan dari paradigma-paradigma penilaian keduniawian seperti semacam itu. Islam memerintahkan untuk menilai orang dari “dalamnya” yaitu ketaqwaannya, keimanannya, ahklaqnya. Bukan dari pakaian, penampilan, kulit putihnya, rambutnya yang lurus seperti dicreambath setiap hari, wajahnya yang bebas noda. Rasul memerintahkan untuk mendengar apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan. Islam mementingkan isi, bukan bungkus. Dan saya merasa terbebaskan dengan hijab ini. Bahwa dengan hijab yang saya pakai, saya menuntut meminta orang lain menghargai  saya dari apa yang saya pikirkan, saya kemukakan, hasil pekerjaan yang saya lakukan dan saya menolak dinilai apalagi diremehkan hanya karena saya tidak putih, atau karena rambut saya keriting, bahkan karena tubuh saya gendut.
“ Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tapi Ia melihat hati dan amal kalian” H.R Muslim
Kalau kita membuka kembali sejarah para shahabiyah, mereka adalah akhwat-akhwat yang luar biasa. Asma’ binti Abu Bakar misalnya, ia dalam keadaan hamil tua memanjat tebing / bukit tsur untuk mengantarkan bekal pada Rasulullah dan Abu Bakar. Dan jangan dibayangkan bukitnya pendek, rimbun dengan rumput dan pepohonan (emang di Jawa Barat?!) wuih…tinggi banget loh dengan batu-batuan cadas. Asma tanpa takut akan apapun mendaki gunung Tsur tersebut dengan mengikatkan tali dipinggangnya
Ada seorang shahabiyah bernama Nusaibah yang tak gentar turun ke medan jihad. Tak rela Rasulullah dilukai kaum kafir, Nusaibah yang tadinya merawat korban perang, angkat pedang diatas kuda membabat kaum kafir. Hingga akhirnya ia syahid dan langit ikut menghitam karena bayangan para Malaikat yang berduyun-duyun menyambut arwah Nusaibah. Itu baru sedikit kisah para Shahabiyah yang memberi tauladan akan kiprah mereka menjemput ridha Allah SWT. Tidak ada dalam shirah mereka, bahwa hijab menghalangi kiprah mereka. Mencari ilmu, berperang, menjadi perawat, masih banyak sekali kisah shahabiyah yang lain yang bisa menginspirasi (yang akan dibahas dilain artikel). Pada intinya adalah, menjadi muslimah yang taat, yang berhijab, yang berakhlak sama sekali tidak membatasi potensi diri. Kita kaum muslimah bisa mengembangkan potensi apapun selama sesuai dengan  tuntunan Rasulullah SAW dan tidak  melanggar perintah Allah SWT.
Pada akhirnya tulisan ini hanyalah bentuk keprihatinan melihat saudari-saudariku sibuk mempercantik diri sesuai aturan pakai kemasan kosmetik, hingga melupakan mempercantik diri sesuai aturan Allah SWT, menunda-nunda berhijab, atau berhijab setengah-setengah karena alasan yang lemah. Ya Allah semoga kau beri hidayah bagi saudariku untuk mempercantik dirinya dengan hijab.

Sabtu, 07 Mei 2011

Nikmatnya berhaji (part 1)

            Sudah berjalan hampir 6 bulan sejak saya menunaikan ibadah haji. Perjalanan tak disangka bahkan tak terbayangkan sedikitpun oleh saya. Sebuah perjalanan yang selalu saya impikan, khususnya sejak dua tehun terakhir sebelum takdir Allah mengantarkan saya ketanah suci. Teringat awal mula keinginan itu secara khusus saya niatkan. Yaitu suatu sore saat pengajian pekanan ketika Murabbi saya pada saat itu baru pulang umrah. Dengan menggebu, ia menceritakan kisah perjalanannya ke tanah suci. Betapa terharunya memandang ka’bah untuk pertama kalinya dalam hidup.Tanpa sadar, saya ikut meneteskan airmata kerinduan seiring kisah beliau dalam mensyukuri perjalanannya. Kemudian ia berkata, “kita harus meniatkannya. Bahkan meskipun, kita belum mampu berhaji, niat umrah pun harus dilakukan” Saat ia berkata seperti itu, niat haji dalam hati saya lebih menggebu dari yang pernah ada, walaupun entah kapan Allah akan mengantarkan saya kesana. Kebetulan, saat-saat itu adalah masa-masa dimana saya merasa sedang diuji oleh Allah. Dan saya merasa harus mengadukan masalah saya itu kepada Allah. Baik disini, ataupun disana, ditanah suci.Maka Bismillah, saya niatkan, ingin berhaji, ingin memandang ka’bah secara langsung, ingin “curhat” pada Allah ditempat-tempat dimana doa tak tertolak. Itulah niat saya pada saat itu.
            Setahun kemudian, mendekati akhir tahun 2009 Masehi, tanpa pernah saya sangka sedikitpun, Ibu saya menawari untuk menemaninya ibadah Haji. Tawaran yang saat itu tidak terlalu saya tanggapi, karena sebagian diri saya merasa perjalanan haji adalah sesuatu yang rasanya masih jauuuuuh terjadi, impossible, masih diawang-awang, ga kebayang wujudnya…Ternyata Ibu serius. Lebih serius lagi saat suami ternyata mengijinkan, meski kami masih punya bayi berusia 6 bulan. Meskipun mengiyakan, diri saya sebenarnya tidak pernah terpikir akan dapat berangkat dalam waktu dekat. Bukannya tak yakin akan kuasa Allah, saya hanya berpikiran bahwa waiting list untuk haji mungkin 10 tahun lamanya, apalagi kami akan berangkat dari Jakarta. Meski begitu, saya nurut saja saat Ibu meminta saya mengurus pendaftaran Haji melalui salah satu travel yang kami percaya, travel yang kebetulan jejaring dari kantor tempat saya bekerja. Proses pendaftaran tidak terlalu ribet, kebetulan juga pegawai Travel amat membantu. Kami mendaftar untuk tiga orang; Saya, Ibu dan Kakak perempuan saya. Setelah mondar mandir sedikit, akhirnya tinggal tunggu pemberitahuan kami dapat no porsi atau tidak  dari Departemen Agama yang kata petugas dari travel yang kami pilih, akan dilakukan paling lama 6 bulan dari saat itu.
Setelah itu, masalah haji terlupakan. Sedikit tidak mau berharap, karena meski saya mensyukuri proses yang sedang berjalan, sejujurnya saya masih ragu akan keberangkatan ini. Beranikah saya berpergian jauh tanpa didampingi suami, bagaimana dengan anak kami nanti kalau saya tinggal sementara ia masih menyusu. Banyak dan banyak keraguan yang menyelinap. Hingga saat Ibu saya menelepon di pertengahan bulan Juni tahun berikutnya, mengabarkan keberangkatan kami dengan no porsi sekian-sekian ditahun itu juga, saya hanya terhenyak dan seakan baru diingatkan akan rencana haji. “is it real?!”
            Idealnya, saat orang semakin dekat dengan impiannya, ia akan bersemangat, tak sabar menanti, ataupun ekspresi kegembiraan lainnya. Saat itu saya justru malah sebaliknya. Saya merasa semakin mengawang-awang antara impian dengan kenyataan. Berangkat haji ternyata tak semudah yang saya niatkan ketika Allah justru mengabulkan niat itu. Dilema terbesar yang saya rasakan justru dari anak-anak saya yang masih batita, terutama yang paling kecil, yang masih menyusu. Sanggupkah saya meninggalkan mereka. Disaat yang sama saya merasa sebagai orang yang paling tidak bersyukur sedunia. Bagaimana mungkin, saat Allah mengabulkan doamu, justru dirimu malah ragu untuk menerimanya.

            Ternyata itulah ujian yang Allah beri seiring dengan nikmat yang Ia hantarkan padaku. Lima bulan setelahnya hingga menjelang keberangkatan merupakan masa-masa yang cukup sulit. Selain masalah anak, ada juga masalah-masalah lain. Seperti biaya misalnya. Saya memang dibayari ONH oleh Ibu saya, Plus pula. Tapi bukan berarti sama sekali bebas biaya. Tidak bisa tidak, ada biaya-biaya lain diluar biaya ONH, seperti pembuatan passport misalnya. Pada masa itu, saya dan suami baru saja resign dari tempat kami bekerja untuk mewujudkan impian kami (yang satu lagi) untuk menjadi pengusaha kecil-kecilan. Otomatis seluruh dana yang kami miliki tersedot untuk modal usaha dan hasilnya pun masih belum stabil. Memandang masa-masa itu dari kacamata terkini saya saat ini, Alhamdulillah Allah memberi ujian itu. Dengan ujian itu, saya selalu diingatkan bahwa perjalanan ini adalah anugrah ditengah masa sulit kami. Maka harus dimanfaatkan sepenuhnya. Jangan sampai kesia-siaan yang kami dapat. Niat harus terus diluruskan. Sabar dan syukur senantiasa diamalkan. Memang perjalanan Haji ini menuntut pengorbanan yang sangat besar (terutama bagi saya saat itu adalah korban perasaan setiap memandang anak-anak saya) tapi bukankah syurga Allah juga harus ditebus dangan harta dan jiwa. Pokoknya saya selalu mengingatkan diri..kuat..kuat …jangan lemah..
           
            Akhirnya hari itu datang juga. Hari yang mungkin paling saya nantikan dalam hidup saya. Hari keberangkatan untuk menjalankan ibadah haji. Hari yang terindah sekaligus hari yang terberat dalam hidup saya. Karena harus meninggalkan suami dan anak-anak. Anak saya yang kedua sudah disapih sejak dua minggu sebelumnya, saat saya manasik. Hari-hari setelahnya adalah hari-hari ia menangis meminta menyusu, dan saya menangis dalam hati karena tak boleh mengabulkannya. Alhamdulillah setelah satu minggu masa rewel, akhirnya terlewati juga masa itu. Anak saya yang pertama, yang cenderung lebih dekat keayahnya, justru jadi sangat sensitive dengan rencana kepergian saya. Diusianya yang 2,5 tahun, ia sudah bisa mengerti saat saudara-saudara atau kerabat sering menyebut “duh, Asma nanti ditinggal bunda ya…” terlalu sering ia mendengar kalimat itu, ia menjadi paham bahwa ia akan ditinggal dan malah susah untuk melepaskan diri dari saya. Ketika saya masuk kedalam bus yang akan membawa kebandara, ia menangis dengan tersedu-sedu. Sungguh, hari itu merupakan momen dimana pengorbanan saya diuji.

mata sembab sudah membayangkan harus meninggalkan keluarga, sementara Asma mendekati detik-detik keberangkatan hanya menunduk sambil berbisik "ama mau itut..ama mau pegi aji.."

bersambung

Jumat, 06 Mei 2011

saat seperti ini ingin sekali pergi ke tempat yang jauh
entah gunung atau laut
menjadi diri sendiri yang bebas merdeka
tanpa rasa sungkan
tanpa rasa tertekan
tanpa ada ragu
tanpa kecewa
hanya aku.
mengalahkan semua lemah diri
melakukan hal baru mendobrak kemapanan

Selasa, 03 Mei 2011

Nasihat Ayah Pada Putrinya

Saat kami dikendaraan dalam perjalanan bersama Asma (3 th 1 bln), suamiku menyelipkan sebuah nasihat yang berasal dari kekhawatirannya melihat pola gaul anak-anak remaja sekarang. "Asma..asma...jadi perempuan kamu harus seperti durian. Jangan seperti mangga ya..." kata suamiku. Mungkin diperjalanan itu suamiku melihat tukang mangga atau tukang durian maka teringat memberi nasihat itu. Asma cuma mengangguk-angguk, walau yakin banget deh, dia pasti ga ngerti maksudnya. Karena aku sendiri juga ga belum nyambung  apa maksud si ayah
"Maksudnya yah?" tanyaku kemudian. "lihat deh buah mangga...sebelum dibeli, dicium-cium dulu..dipegang-pegang dulu disana sini. Kalo ga' cocok, ganti mangga yang lain. cium-cium lagi, pegang-pegang lagi. Coba bandingin dengan buah durian..siapa yang berani cium-cium, pegang-pegang kalau ga mau bibirnya d*w*r !!!"
Oooo..baru nyambung saya...oke deh...good advice...walau...
terlalu cepat ga sih untuk si Asma?

Sabtu, 09 April 2011

Konsumen Kecilku yang Jujur

Seorang anak tetangga datang ke warung mengadukan uang kembaliannya yg kurang Rp 2000. sy pikir, sy mungkin tak sengaja memberikan uang kembalian yang kurang. Maka sy tambahkan uangnya untuk menggenapi kembaliannya.ekitar 10 menit kemudian dia datang lagi sambil membawa Rp. 2000.katanya, "ga taunya uangnya ada didalam kantong kresek".lalu ia mengembalikan Rp. 2000 itu. padahal meskipun tak dikembalikanpun sy tak tahu dan tak terlalu memikirkan kurangnya kembalian tadi. Apresiasi utk si gadis kecil dan tentunya orangtuanya yg telah mendidiknya menjadi anak yang jujur.Meski nilai uangnya kecil, tapi nilai kejujurannya tak ternilai harganya. semoga sayapun bisa menjalankan usaha dengan jujur dan tentunya bisa mendidik anak-anak untuk senantiasa dalam kejujuran. Aamiin..