Minggu, 09 Oktober 2011

hamil? takuuuuuuuut....!!

Ada beberapa teman, ataupun kenalan yang reaksinya bikin aku geli kalau aku godain supaya punya anak lagi. Biasanya mereka langsung bilang “hhhh…ngga deh…” sambil angkat tangan, atau mengernyitkan dahi sambil memperagakan gaya “merinding” seolah-olah bayangan untuk hamil dan punya anak lagi menimbulkan kesan super duper menyeramkan. Alasan bergidiknya mereka, biasanya; males/takut repot ngurus bayi, ga kebayang biayainnya karena segala sesuatu yang berhubungan dengan kata anak biasanya diikuti nilai yang serba mahal seperti kebutuhan harian (susu, pakaian, jajanan), kesehatan, dan terutama biaya pendidikan
Ya..memang cara pandang setiap orang tentu berbeda sesuai dengan kebutuhan keluarga yang berbeda-beda. Tapi, kadang aku ingin bilang, please deh…Ga segitunya kaliiii….reaksinya jangan gitu dong…seakan-akan “anak” adalah momok yang mengerikan, cukuplah dengan bilang “nanti dulu deh…tunggu si kakak sudah agak besar, misal SMA ” or apalah tanpa perlu menampilkan kesan yang ogah banget-banget-banget!!
Mungkin karena aku secara pribadi suka dengan sosok anak-anak kali ya, jadi kalau mereka ditampilkan dengan kesan sebagai makhluk tertolak yang bikin repot dan menguras biaya kayanya kesiaaaaaan banget…huhuhu…
Memang, kadang ada sebagian anak yang polahnya bikin hati orangtuanya empet, kadang ada anak dengan kebutuhan khusus yang membutuhkan biaya dan perhatian besar..dan memang, punya anak pasti menimbulkan konsekuensi tenaga, pikiran dan tentu saja biaya yang besar. But friends, yang memberi kita anak itu Allah loh….dan Allah juga yang memiliki langit, bumi dan segala isinya. Tidak lupa juga, Allah juga yang mampu memudahkan kita dalam mengurus dan mendidik anak-anak. Jadi, untuk aku sendiri, jangan sampai menolak rizki yang akan Allah berikan pada kita seiring dengan anak yang Ia anugrahkan. Boro-boro menggugurkan janin yang sudah terlanjur ada, sebatas niat (yang teraplikasikan dalam bentuk reaksi spontan saat disebut kata “HAMIL LAGI”) juga jangan ya…Bisa jadi, bersamaan dengan kehadiran sang anak, Allah bukakan pintu rizki yang berbeda dari yang telah Ia berikan. Allah tambahkan, lipat gandakan sesuai kebutuhan yang kita perlukan untuk merawat, mendidik dan mengurus amanah yang telah Ia percayakan, dan tentu aja sesuai juga dengan ikhtiar kita dalam menjemput pintu rizki tersebut.
Alhamdulillah saat ini aku tengah mengandung lagi, InsyaAllah anak ke tiga dan keempat. Aku membuat tulisan ini, karena ada sebagian orang terdekatku yang memberikan reaksi yang tidak kuharapkan saat kuberitahu aku hamil. Salah satu reaksinya begini, “Loh…katanya KB…!” dengan nada yang tidak gembira dan cenderung menyalahkan. Begitu juga saat suami memberitahu bahwa anak yang kukandung kembar, reaksinya sama plek : “ katanya KB…!” dengan nada yang sama saat aku yang memberitahu. Menurutku itu ungkapan halus dari “ Gimana sih! Kok malah hamil lagi!!Ga cukup apa punya anak 2!!” – aku memang KB-merencanakan kehamilan hingga anakku yang kedua sudah cukup besar untuk punya adik, tapi aku ga punya rencana untuk membatasi ataupun menolak kehamilan. Ya, selama aku masih mampu ya jalanin saja.
Sedih rasanya, karena beliau adalah salah satu orang terdekat dalam lingkaran keluarga kecilku, yang kuharapkan bisa ikut berbahagia untukku dan suami. Aku ga mengharapkan anakku diurus olehnya, atau dibiayai olehnya, cukuplah aku mendengar ungkapan syukur semacam “Alhamdulillah…” walau sekedar basa-basi, paling tidak itu menentramkan dan memberi semacam dukungan moril dalam menjalani kehamilan kembar ini. Bahkan hingga sekarang aku belum melihat ekspresi “ikut senang” dari beliau. Akhirnya kembali lagi harus kusadari dan kuterima bahwa cara pandang kami tentang anak memang beda.  
Paling tidak yang bisa aku (dan suami) tunjukkan padanya bahwa mengandung lagi bukan dan tak akan pernah menjadi beban, InsyaAllah akan kujalani dengan ikhlas, dan InsyaAllah akan kami buktikan bahwa kami akan mempu merawat dan mendidik anak-anak meskipun orang lain memberi stempel “Cari Repot Sendiri”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar